Malam
ini adalah malam terindah bagi Andis. Dimalam yang senyap ini Andis sedang
duduk termenung di bawah langit yang gemerlap akan bintang, sembari mengumbar
lamumannya sesaat. Tidak hanya ditemani dengan bintang – bintang yang
bertaburan di langit, namun kali ini segelas teh hangat juga menemaninya. Dan itu semua
membuatnya semakin terbawa oleh suasana malam nan indah ini.
Andis
adalah anak lelaki yang berusia 15 tahun. Tidak seperti anak lelaki pada umumnya.
Andis adalah anak yang penurut dan tidak pernah membantah perintah dari kedua
orang tuanya. Karena, dia terlahir dilingkungan tentara. Ya, ayah Andis adalah
seorang tentara. Dan sekarang Andis tinggal bersama keluarga besarnya yang
terdiri dari sembilan orang saudara dan kedua orang tuanya di komplek perumahan
tentara atau biasa disebut dengan asrama bagi para tentara. Di rumah kecil
itulah Andis dibesarkan. Dan bersama keluarga besarnya itulah ia tinggal.
“Andis!”
teriak ibu memanggilnya dari kejauhan
sehingga mampu membuyarkan semua lamuman Andis dimalam yang indah ini.
“Iya
bu!” jawab Andis dengan tergesa–gesa segera memenuhi panggilan ibunya itu.
“Andis,
kamu bisa menolong inu nak?” Tanya ibu dengan lembut.
“Tentu,
memangnya kenapa bu?” Tanya Andis yang mulai penasaran dengan perkataan ibunya
tersebut.
“Tolong
ya, belikan ibu gula 2 kg di warung sebelah ya nak,” jawab ibu dengan meminta
tolong bantuan dari Andis.
“Baik
bu,” jawab Andis.
Sembari
berjalan menuju warung yang lumayan jauh dari rumahnya itu. Andis menatap
langit dengan penuh takjub akan kekuasaan tuhan. Sampai sekarang tidak ada
orang yang mengetahui berepa jumlah dari bintang–bintang yang bertebaran
dilangit nan indah ini. Andispun masih menikmati indahnya langit dengan
berjalan pelan menuju warung kecil.
Sampai
dipertengahan jalan menuju warung. Andis tidak melihat ternyata ada seorang
lelaki mengendarai sepeda ontel tua. Dan akhirnya menabrak Andis.
“Andis!”
seru lelaki tua itu kepada Andis.
“Pak
ustadz, maaf Pak tadi saya tidak melihat jalan,” jawab Andis dengan jujur.
“Kamu
mau kemana?” tanya Pak Ustadz dengan menegakkan tubuhnya yang tergeletak
sehabis bertabrakan dengan Andis.
“Oh,
ini Pak saya mau ke warung beli gula,” jawab Andis yang sedang kesakitan.
“Kamu
tadi kemana, kenapa hari ini tidak mengaji di musholla?” tanya Pak Ustadz
dengan heran. Seperti biasa Andis tidak pernah telat mengikuti kegiatan mengaji
di kompeknya itu.
“Hari
ini saya jaga toko pak di pasar,”
“Oh,
begitu. Besok jangan lupa ikut pengajian ya,” jawab Pak Ustadz sambil
mengingatkan Andis.
“Insyaallah
Pak,” jawab Andis dengan ketidak pastiannya.
“Ya
sudah, Assalamualaikum,” jawab Pak Ustadz mengakiri perjumpaan mereka dan
perlahan pergi meninggalkan Andis seorang diri.
Andis
adalah seorang anak lelaki yang terlahir dikeluarga yang tidak begitu mengenal
agama. Ibunya berasal dari keturunan kerajaan Solo yang mayoritas agamanya
adalah hindu dan ayahnya adalah berasal dari kota kelahiran bung Karno atau
biasa disebut dengan kota Blitar. Ayahnya yang mengenalkannya pada agama.
Walaupun ibu dari Andis adalah islam, tapi menurut Andi ibunya tidak begitu
mengenal agam islam dengan baik. Sehingga pada akhirnya Andis memilih belajar
agama dengan cara mengikuti pengajian di musholla yang ada di komplek tempat ia
tinggal. Sehingga Andis mengenal baik Pak Ustadz.
Setelah
peristiwa tabrakan Andis dengan Pak Ustad. Andis segera bergegas menuju warung
dan kembali ke rumah, karena ia yakin ibunya telah menunggunya cukup lama.
Sesampainya
di rumah Andis langsung memberikan titipan dari ibunya yaitu gula sebanyak 2
kg.
“Bu,
Memangnya ibu mau membuat apa?” tanya Andis yang sedikit penasaran dengan
perintah ibunya untuk membeli gula tadi.
“Oh,
itu. Rahasia sudah sana belajar dulu,” jawab ibu dengan bermain teka–teki
dengan Andis.
Andis
mulai penasaran dengan sikap ibunya tersebut. Namun seperti yang dikatakan
ibunya ia harus segera belajar. Karena, hari mulai malam. Dan semua saudaranya
sedang belajar di ruang tengah. Andis sedikit berbeda dengan
saudara-saudaranya. Andis terkenal sebagai anak yang pendiam dan tidak terlalu
meyukai keramaian. Sehinggan saat belejar ia lebih memilih belajar di teras
depan rumah dengan memandangi indahnya gemerlap bintang dan dinginnya angin
malam. Andis salalu merasa bersyukur diberi keluarga yang harmonis. Karena
disaat belajar dimana ia tidak mengerti salah satu pelajaran ia pasti akan
selalu bertanya kepada saudaranya yang paling pandai. Dan dengan Andis memiliki
saudara yang pandai Andis menjadi bersemangat dalam belajar. Ia tidak mau
mengecewakan kedua orang tuanya dan seluruh saudaranya.
“Bang?”
tanya Andis kepada salah satuy kakaknya.
“Ya,
kenapa?” jawab kakak Andis yang sedang belajar.
“Bang,
aku mau tanya. Gimana ya pemecahan soal matematika ini?” jawab Andis dengan
wajah memohon kepada kaknya.
“Yang
mana?” tanya kakak Andis. Yang bernama Arya.
“Yang
ini,” jawab Andis sambil menunjukkan salah satu soal yang ia tidak begitu
mengerti.
“Oh
ini, jadi begini caranya,” jawab kak Arya dengan memberitahu bagaimana
mengerjakan soal-soal matematika dengan cara yang lebih ringkas.
Ditengah-tengah
perbincangan mereka, secara tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memakai
seragam tentara menuju kearah rumahnya.
“Assalamualaikum,”
sapa lelaki itu kepada Andis dan kak Arya.
“Waalaikumsalam
ayah,” jawab Andis dan kak Arya secara bersamaan. Menyambut kedatangan ayah
kesayangan mereka.
“Anak-anak
ayah sedang belajar ya?” tanya ayah sembari duduk bersantai di teras rumah
bersama Andis dan Arya.
“Iya
yah, aku tidak ingin kalah dengan bang Arya,” jawab Andis dengan bersemangat.
“Oh,
begitu ya”, jawab Ayah sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Setelah
mereka berdua berbincang-bincang cukup lama akhirnya ibu datang dengan membawa
kua bolu ditangannya.
Dan
dengan adanya kue bolu sebagai pelengkap mala mini. Membuat suasana semakin
hangat dan santai dengan menikmati indahnya langit dan bulan di malam yang
dingin ini. Suasana di komlpek yang semula ramai, karena banyak anak kecil yang
sedang bermain di jalan. Namun beberapa jam kemudian suasana kembali sunyi dan
lenyap akan dinginnya angin mala ini.
Hari
ini Andis hanya sempat berbicara sedikit dengan Ayahnya, karena ia tahu ayahnya
sangat lelah. Karena, telah sehari penuh bekerja sebagai seorang tentara. Dan
ia tahu ibunya juga sangat lelah. Karena bukan hanya sekedar ibu rumah tangga
biasa. Namun ibunya adalah seorang wanita yang memiliki toko di salah satu
pasar yang menyediakan sembako. Sehingga ia tahu bagamana perjuangan kedua
orang tuanya demi membiaya dan menghidupinya. Maka dari itu ia tidak mau
menyia-nyiakan kesempatan yang sangat berharga ini.
Kue
bolu yang dibuat oleh ibu menutup pembicaran dan kehangatan malam yan indah
itu.



Andis
adalah seorang anak yang memiliki banyak sekali bakat. Tidak hanya ia ingin
menjadi yang terbaik disekolah dengan semangat yang membara, namun ia memiliki
bakat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Andis adalah anak yang berbakat
dibidang olah raga dan music.
“Andis!”
teriak Indra teman satu band yang ia dirikan sejak satu tahun lalu, yang bediri
sejak ia duduk dibangku smp.
“Eh,
kamu ndra. Ada apa?” tanya Andis yang heran melihat Indra memanggilnya dengan
berlari-lari.
“Nanti
sore kamu ada acara tidak?” tanya Indra pada Andis sambil berjalan menuju pintu
gerbang di sekolah mereka.
“Sore?
Memangnya ada apa?”
“Lho,
kamu tidak tahu ya?” Indra membalik pertanyaan yang diajukan Andis.
“Kamu
ini ngomong apa, aku ini tambah bingung sama kamu,” tanya Andis pada Indra
dengan wajah yang sedikit bingung.
“Ah,
kamu ini sebentar lagi kan ada perpisahan kelas XII!” jawab Indra yang mampu
memcahkan kebinggungan yang Andis alami.
“Lha
terus apa hubungannya sama aku?”
“Andis
Andis, kamu ini gimana. Ya, sebagai warga kelas X, kita diwajibkan menyumbang
tampilan diperpisahan kelas XII. Lha, kita bisa tampil band,” jelas Indra
panjang lebar pada Andis.
“Oh,
begitu ya, tadi kamu bilang mau latihan nanti sore kan?” tanya Andis mengulang
pertanyaan yang diajukan Indra.
“Iya,
memangnya kamu ada acara ya?” tanya Indra pada Andis.
“Acara
apa? Kamu kan tahu bagaimana keadaanku. Setelah pulang sekolah aku harus
menjaga toko di pasar sampai menjelang magrib. Jadi kalau latihan bandnya sore
tentu aku tidak bisa,” jelas Andis panjang lebar pada Indra.
“Baiklah
nanti aku hubungi lagi,” sahut Indra dengan perlahan meninggalkan Andis
sendiri.
Sesampainya
dirumah kompleknya yang kecil itu. Andis bergegas mengerjakan tugas yang harus
ia kerjakan. Yaitu setiap sepulang sekolah Andis memiliki tugas untuk menjaga
toko di pasar hingga petang. Andis adalah anak yang rajin dan pandai. Walaupun
ia harus menjaga toko. Tapi, disela-sela waktu luangnya ia sempatkan untuk
belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah alias PR yang diberikan gurunya
disekolah. Keadaan inilah yang membuatnya mau melakukan semuanya demi keluarga
dan orang yang ia sayangi.
“Mas,
beli berasnya 3 kg ya,” sapa pembeli
kepada Andis.
“Oh
ya, sebentar ya,” jawab Andis dengan penuh rama.
“Sama
tambah gula jawanya Rp 5.000 ya,” tambahpembeli.
“Iya
bu, ini silahkan,” sahut Andis pada pembeli ini.
Demikianlah
keseharian Andis sebagai seorang pemilik kios di pasar.
Hari
pembeli di kios milik Andis tidak terlalu ramai seperti biasanya. Sehinggan
Andis memutuskan utnuk menutup tokonya yang kecil ini lebih cepat dari
biasanya. Dan tergesa-gesa Andis menuju rumah tempat ia tinggal. Namun saat
beradfa di tengah jalan hand phone miliknya berdering, terpaksa ia menghentikan
langkahnya sejenak untuk mengangkat telefon.
“Halo
Andis ya,” tanya seorang di telefon milik Andis.
“Iya,
maaf ini siapa ya?” tanya Andis dengan santun pada orang yang berbicara
dengannya ditelefon itu.
“Ini
Indra,” jawab orang di telefon.
“Oh,
kamu ndra. Ada apa?” tanya Andi dengan heran tidak biasanya temannya yang satu
ini menelfonnya.
“Eh,
gimana dagangannya hari ini?” tanya Indra.
“Udah
selesai, toko baru saja aku tutup, kenapa memangnya?” tanya Andis dengan
sedikit heran.
“Gimana
kalau kita sekarang latihan band di studio biasanya?” bujuk Indra pada Andis.
“Ok,
baiklah. Aku akan segera menuju ke studio latihan seperti biasanya,” dengan
semangat yang membara sebagai seorang musisi.
Andis
tahu bahwa perbuatannya ini tidak patut dicontoh. Kedua orang tua Andis tidak
suka kalau anaknya yang penurut ini ikut ngeband. Dia bahkan tahu bagamana
hukuman jika ayahnya mengetahui dia sedang latihan band bersama teman-teman
sekolahnya. Andis tahu bagaimana batas-batas dalam berteman dengan siapapun.
Namun ayahnya tetap saja tidak setuju. Ayah Andis hanya ingin Andis menjadi
seorang tentara atau seorang pegawai yang memiliki penghasilan tetap tiap
bulan.
Sepunglah
dari pasar Andis langsung menuju ke tempat yang sudah mereka sepakati
sebelumnya. Dan Andis tidak ingin membuang waktunya dengan sia-sia. Sehingga
saat latian band Andis terlihat paling serius diantara teman-temannya semua.
Andis tak ingin pulang larut malam. Apalagi jika pulang berasama ayahnya. Ia
percaya Ayahnya akan marah jika tahu ia ikut band. Namun ia berjanji untuk
merahasiakannya dalam-dalam dihadapan kedua orangtuannya.
Setelah
2 jam mereka berlatih band untuk acara perpisahan. Andis bergegas pulang tidak
seperti teman-temannya yang lain yang lebih memilih nongkrong dengan
tempat-tempat seperti itu.
“Makasih
ya, uadah mau datang latihan hari ini,” ucapan terima kasih dari teman-teman
satyu bandnya itu.
“Iya
sama-sama, aku duluan ya,” jawab Andis dengan wajah yang bahagia.
Menurutnya
bermain music mampu membuat dirinya menjadi lebih lepas dan semua masalah yang
dihadapinya terasa terselesaikan semuanya. Dan menurut Andis suara dentingan
gitar melodi yang ia mainkan mampu memecahkan keheningan dalam dirinya dan ia
merasa kembali dengan rileks.
Andis
sangat menyukai music, menurutnya tidak ada seorang manusiapun yang tidak
mengenal apa itu music. Baginya orang yang tidak mengenal music hidupnya akan
hampa dan tak berarti. Itulah pendapat Andis tentang music.
Saat
malam Andis memaikan gitarnya di teras depan rumahnya. Saat itu ayahnya sedang
tidak ada dirumah dan sedang menjalankan piket jaga malam. Andis memtik dawai
gitar yang ia pegang dengan penuh perasaan dan mulai memaikan nada satu per
satu sehingga membentuk harmonisasi yang indah dan membuat hatinya tenang.
Namun
keheningan itu terpecah saat ayahnya datang dengan tiba-tiba. Andis tidak
menyangka bahwa ayahnya akan pulang secepat itu. Bahkan lebih cepat dari
hari-hari biasanya.
“Andis,
gitar siapa yang kamu pegang itu?” sentak ayah pada Andis.
“I…Itu
yah,” jawab Andis dengan nada terbatah-batah.
Selama
ini Andis menyembunyikan gitar yang ia beli dengan uang tabungannya sendiri.
Dan ia berjanji tidak akan menceritakannya pada orang lain.
“Jawab
Andis,” sentak ayah untuk yang kedua kalinya.
“Ini
gitar Andis ya,” jawab Andis dengan menundukkan wajahnya yang takut akan
ayahnya.
Tanpa
ia sadari ayahnya merebut gitar yang ia sayangi dan membantingnya hingga
terbelah menjadi dua begian. Saat itu juga air mata Andis menetes dengan
sendirinya. Hatinya hancur seperti hancurnya gitar yang ia sayangi.
Dan
dengan kejadian itu Andis tidak ingin bermain band lagi untuk yang kesekian
kalinya.
Dan
beberapa bulan kemudian ayahnya menderita liver yang cukup ganas sehingga
menyebabkan ayah kesayangannya itu meninggal dunia. Andis beranggapan bahwa yang menyebabkan
ayahnya meninggal dunia adalah dirinya.
Setelah
kejadian yang bertubi-tubi itu ibu dari Andis mengijinkannya untuk mengejar
mimpinya menjadi musisi. Dan hingga saat ini Andis yang telas menjadi seorang
ayah menurunkan bakat seninya itu kepada anaknya.
Dengan
melihat indahnya langit malam ini. Andis selalu teringat kejadian itu dimasa
lampau.
![]() |
![]() |
![]() |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar