Sabtu, 18 Mei 2013

Langit Malam ini (cerpen)


Malam ini adalah malam terindah bagi Andis. Dimalam yang senyap ini Andis sedang duduk termenung di bawah langit yang gemerlap akan bintang, sembari mengumbar lamumannya sesaat. Tidak hanya ditemani dengan bintang – bintang yang bertaburan di langit, namun kali ini segelas teh  hangat juga menemaninya. Dan itu semua membuatnya semakin terbawa oleh suasana malam nan indah ini.
Andis adalah anak lelaki yang berusia 15 tahun. Tidak seperti anak lelaki pada umumnya. Andis adalah anak yang penurut dan tidak pernah membantah perintah dari kedua orang tuanya. Karena, dia terlahir dilingkungan tentara. Ya, ayah Andis adalah seorang tentara. Dan sekarang Andis tinggal bersama keluarga besarnya yang terdiri dari sembilan orang saudara dan kedua orang tuanya di komplek perumahan tentara atau biasa disebut dengan asrama bagi para tentara. Di rumah kecil itulah Andis dibesarkan. Dan bersama keluarga besarnya itulah ia tinggal.
“Andis!” teriak ibu memanggilnya dari kejauhan  sehingga mampu membuyarkan semua lamuman Andis dimalam yang indah ini.
“Iya bu!” jawab Andis dengan tergesa–gesa segera memenuhi panggilan ibunya itu.
“Andis, kamu bisa menolong inu nak?” Tanya ibu dengan lembut.
“Tentu, memangnya kenapa bu?” Tanya Andis yang mulai penasaran dengan perkataan ibunya tersebut.
“Tolong ya, belikan ibu gula 2 kg di warung sebelah ya nak,” jawab ibu dengan meminta tolong bantuan dari Andis.
“Baik bu,” jawab Andis.
Sembari berjalan menuju warung yang lumayan jauh dari rumahnya itu. Andis menatap langit dengan penuh takjub akan kekuasaan tuhan. Sampai sekarang tidak ada orang yang mengetahui berepa jumlah dari bintang–bintang yang bertebaran dilangit nan indah ini. Andispun masih menikmati indahnya langit dengan berjalan pelan menuju warung kecil.
Sampai dipertengahan jalan menuju warung. Andis tidak melihat ternyata ada seorang lelaki mengendarai sepeda ontel tua. Dan akhirnya menabrak Andis.
“Andis!” seru lelaki tua itu kepada Andis.
“Pak ustadz, maaf Pak tadi saya tidak melihat jalan,” jawab Andis dengan jujur.
“Kamu mau kemana?” tanya Pak Ustadz dengan menegakkan tubuhnya yang tergeletak sehabis bertabrakan dengan Andis.
“Oh, ini Pak saya mau ke warung beli gula,” jawab Andis yang sedang kesakitan.
“Kamu tadi kemana, kenapa hari ini tidak mengaji di musholla?” tanya Pak Ustadz dengan heran. Seperti biasa Andis tidak pernah telat mengikuti kegiatan mengaji di kompeknya itu.
“Hari ini saya jaga toko pak di pasar,”
“Oh, begitu. Besok jangan lupa ikut pengajian ya,” jawab Pak Ustadz sambil mengingatkan Andis.
“Insyaallah Pak,” jawab Andis dengan ketidak pastiannya.
“Ya sudah, Assalamualaikum,” jawab Pak Ustadz mengakiri perjumpaan mereka dan perlahan pergi meninggalkan Andis seorang diri.
Andis adalah seorang anak lelaki yang terlahir dikeluarga yang tidak begitu mengenal agama. Ibunya berasal dari keturunan kerajaan Solo yang mayoritas agamanya adalah hindu dan ayahnya adalah berasal dari kota kelahiran bung Karno atau biasa disebut dengan kota Blitar. Ayahnya yang mengenalkannya pada agama. Walaupun ibu dari Andis adalah islam, tapi menurut Andi ibunya tidak begitu mengenal agam islam dengan baik. Sehingga pada akhirnya Andis memilih belajar agama dengan cara mengikuti pengajian di musholla yang ada di komplek tempat ia tinggal. Sehingga Andis mengenal baik Pak Ustadz.
Setelah peristiwa tabrakan Andis dengan Pak Ustad. Andis segera bergegas menuju warung dan kembali ke rumah, karena ia yakin ibunya telah menunggunya cukup lama.
Sesampainya di rumah Andis langsung memberikan titipan dari ibunya yaitu gula sebanyak 2 kg.
“Bu, Memangnya ibu mau membuat apa?” tanya Andis yang sedikit penasaran dengan perintah ibunya untuk membeli gula tadi.
“Oh, itu. Rahasia sudah sana belajar dulu,” jawab ibu dengan bermain teka–teki dengan Andis.
Andis mulai penasaran dengan sikap ibunya tersebut. Namun seperti yang dikatakan ibunya ia harus segera belajar. Karena, hari mulai malam. Dan semua saudaranya sedang belajar di ruang tengah. Andis sedikit berbeda dengan saudara-saudaranya. Andis terkenal sebagai anak yang pendiam dan tidak terlalu meyukai keramaian. Sehinggan saat belejar ia lebih memilih belajar di teras depan rumah dengan memandangi indahnya gemerlap bintang dan dinginnya angin malam. Andis salalu merasa bersyukur diberi keluarga yang harmonis. Karena disaat belajar dimana ia tidak mengerti salah satu pelajaran ia pasti akan selalu bertanya kepada saudaranya yang paling pandai. Dan dengan Andis memiliki saudara yang pandai Andis menjadi bersemangat dalam belajar. Ia tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya dan seluruh saudaranya.
“Bang?” tanya Andis kepada salah satuy kakaknya.
“Ya, kenapa?” jawab kakak Andis yang sedang belajar.
“Bang, aku mau tanya. Gimana ya pemecahan soal matematika ini?” jawab Andis dengan wajah memohon kepada kaknya.
“Yang mana?” tanya kakak Andis. Yang bernama Arya.
“Yang ini,” jawab Andis sambil menunjukkan salah satu soal yang ia tidak begitu mengerti.
“Oh ini, jadi begini caranya,” jawab kak Arya dengan memberitahu bagaimana mengerjakan soal-soal matematika dengan cara yang lebih ringkas.
Ditengah-tengah perbincangan mereka, secara tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memakai seragam tentara menuju kearah rumahnya.
“Assalamualaikum,” sapa lelaki itu kepada Andis dan kak Arya.
“Waalaikumsalam ayah,” jawab Andis dan kak Arya secara bersamaan. Menyambut kedatangan ayah kesayangan mereka.
“Anak-anak ayah sedang belajar ya?” tanya ayah sembari duduk bersantai di teras rumah bersama Andis dan Arya.
“Iya yah, aku tidak ingin kalah dengan bang Arya,” jawab Andis dengan bersemangat.
“Oh, begitu ya”, jawab Ayah sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Setelah mereka berdua berbincang-bincang cukup lama akhirnya ibu datang dengan membawa kua bolu ditangannya.
Dan dengan adanya kue bolu sebagai pelengkap mala mini. Membuat suasana semakin hangat dan santai dengan menikmati indahnya langit dan bulan di malam yang dingin ini. Suasana di komlpek yang semula ramai, karena banyak anak kecil yang sedang bermain di jalan. Namun beberapa jam kemudian suasana kembali sunyi dan lenyap akan dinginnya angin mala ini.
Hari ini Andis hanya sempat berbicara sedikit dengan Ayahnya, karena ia tahu ayahnya sangat lelah. Karena, telah sehari penuh bekerja sebagai seorang tentara. Dan ia tahu ibunya juga sangat lelah. Karena bukan hanya sekedar ibu rumah tangga biasa. Namun ibunya adalah seorang wanita yang memiliki toko di salah satu pasar yang menyediakan sembako. Sehingga ia tahu bagamana perjuangan kedua orang tuanya demi membiaya dan menghidupinya. Maka dari itu ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang sangat berharga ini.
Kue bolu yang dibuat oleh ibu menutup pembicaran dan kehangatan malam yan indah itu.

 
Andis adalah seorang anak yang memiliki banyak sekali bakat. Tidak hanya ia ingin menjadi yang terbaik disekolah dengan semangat yang membara, namun ia memiliki bakat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Andis adalah anak yang berbakat dibidang olah raga dan music.
“Andis!” teriak Indra teman satu band yang ia dirikan sejak satu tahun lalu, yang bediri sejak ia duduk dibangku smp.
“Eh, kamu ndra. Ada apa?” tanya Andis yang heran melihat Indra memanggilnya dengan berlari-lari.
“Nanti sore kamu ada acara tidak?” tanya Indra pada Andis sambil berjalan menuju pintu gerbang di sekolah mereka.
“Sore? Memangnya ada apa?”
“Lho, kamu tidak tahu ya?” Indra membalik pertanyaan yang diajukan Andis.
“Kamu ini ngomong apa, aku ini tambah bingung sama kamu,” tanya Andis pada Indra dengan wajah yang sedikit bingung.
“Ah, kamu ini sebentar lagi kan ada perpisahan kelas XII!” jawab Indra yang mampu memcahkan kebinggungan yang Andis alami.
“Lha terus apa hubungannya sama aku?”
“Andis Andis, kamu ini gimana. Ya, sebagai warga kelas X, kita diwajibkan menyumbang tampilan diperpisahan kelas XII. Lha, kita bisa tampil band,” jelas Indra panjang lebar pada Andis.
“Oh, begitu ya, tadi kamu bilang mau latihan nanti sore kan?” tanya Andis mengulang pertanyaan yang diajukan Indra.
“Iya, memangnya kamu ada acara ya?” tanya Indra pada Andis.
“Acara apa? Kamu kan tahu bagaimana keadaanku. Setelah pulang sekolah aku harus menjaga toko di pasar sampai menjelang magrib. Jadi kalau latihan bandnya sore tentu aku tidak bisa,” jelas Andis panjang lebar pada Indra.
“Baiklah nanti aku hubungi lagi,” sahut Indra dengan perlahan meninggalkan Andis sendiri.
Sesampainya dirumah kompleknya yang kecil itu. Andis bergegas mengerjakan tugas yang harus ia kerjakan. Yaitu setiap sepulang sekolah Andis memiliki tugas untuk menjaga toko di pasar hingga petang. Andis adalah anak yang rajin dan pandai. Walaupun ia harus menjaga toko. Tapi, disela-sela waktu luangnya ia sempatkan untuk belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah alias PR yang diberikan gurunya disekolah. Keadaan inilah yang membuatnya mau melakukan semuanya demi keluarga dan orang yang ia sayangi.
“Mas, beli berasnya  3 kg ya,” sapa pembeli kepada Andis.
“Oh ya, sebentar ya,” jawab Andis dengan penuh rama.
“Sama tambah gula jawanya Rp 5.000 ya,” tambahpembeli.
“Iya bu, ini silahkan,” sahut Andis pada pembeli ini.
Demikianlah keseharian Andis sebagai seorang pemilik kios di pasar.

Hari pembeli di kios milik Andis tidak terlalu ramai seperti biasanya. Sehinggan Andis memutuskan utnuk menutup tokonya yang kecil ini lebih cepat dari biasanya. Dan tergesa-gesa Andis menuju rumah tempat ia tinggal. Namun saat beradfa di tengah jalan hand phone miliknya berdering, terpaksa ia menghentikan langkahnya sejenak untuk mengangkat telefon.
“Halo Andis ya,” tanya seorang di telefon milik Andis.
“Iya, maaf ini siapa ya?” tanya Andis dengan santun pada orang yang berbicara dengannya ditelefon itu.
“Ini Indra,” jawab orang di telefon.
“Oh, kamu ndra. Ada apa?” tanya Andi dengan heran tidak biasanya temannya yang satu ini menelfonnya.
“Eh, gimana dagangannya hari ini?” tanya Indra.
“Udah selesai, toko baru saja aku tutup, kenapa memangnya?” tanya Andis dengan sedikit heran.
“Gimana kalau kita sekarang latihan band di studio biasanya?” bujuk Indra pada Andis.
“Ok, baiklah. Aku akan segera menuju ke studio latihan seperti biasanya,” dengan semangat yang membara sebagai seorang musisi.
Andis tahu bahwa perbuatannya ini tidak patut dicontoh. Kedua orang tua Andis tidak suka kalau anaknya yang penurut ini ikut ngeband. Dia bahkan tahu bagamana hukuman jika ayahnya mengetahui dia sedang latihan band bersama teman-teman sekolahnya. Andis tahu bagaimana batas-batas dalam berteman dengan siapapun. Namun ayahnya tetap saja tidak setuju. Ayah Andis hanya ingin Andis menjadi seorang tentara atau seorang pegawai yang memiliki penghasilan tetap tiap bulan.
Sepunglah dari pasar Andis langsung menuju ke tempat yang sudah mereka sepakati sebelumnya. Dan Andis tidak ingin membuang waktunya dengan sia-sia. Sehingga saat latian band Andis terlihat paling serius diantara teman-temannya semua. Andis tak ingin pulang larut malam. Apalagi jika pulang berasama ayahnya. Ia percaya Ayahnya akan marah jika tahu ia ikut band. Namun ia berjanji untuk merahasiakannya dalam-dalam dihadapan kedua orangtuannya.
Setelah 2 jam mereka berlatih band untuk acara perpisahan. Andis bergegas pulang tidak seperti teman-temannya yang lain yang lebih memilih nongkrong dengan tempat-tempat seperti itu.
“Makasih ya, uadah mau datang latihan hari ini,” ucapan terima kasih dari teman-teman satyu bandnya itu.
“Iya sama-sama, aku duluan ya,” jawab Andis dengan wajah yang bahagia.
Menurutnya bermain music mampu membuat dirinya menjadi lebih lepas dan semua masalah yang dihadapinya terasa terselesaikan semuanya. Dan menurut Andis suara dentingan gitar melodi yang ia mainkan mampu memecahkan keheningan dalam dirinya dan ia merasa kembali dengan rileks.
Andis sangat menyukai music, menurutnya tidak ada seorang manusiapun yang tidak mengenal apa itu music. Baginya orang yang tidak mengenal music hidupnya akan hampa dan tak berarti. Itulah pendapat Andis tentang music.
Saat malam Andis memaikan gitarnya di teras depan rumahnya. Saat itu ayahnya sedang tidak ada dirumah dan sedang menjalankan piket jaga malam. Andis memtik dawai gitar yang ia pegang dengan penuh perasaan dan mulai memaikan nada satu per satu sehingga membentuk harmonisasi yang indah dan membuat hatinya tenang.
Namun keheningan itu terpecah saat ayahnya datang dengan tiba-tiba. Andis tidak menyangka bahwa ayahnya akan pulang secepat itu. Bahkan lebih cepat dari hari-hari biasanya.
“Andis, gitar siapa yang kamu pegang itu?” sentak ayah pada Andis.
“I…Itu yah,” jawab Andis dengan nada terbatah-batah.
Selama ini Andis menyembunyikan gitar yang ia beli dengan uang tabungannya sendiri. Dan ia berjanji tidak akan menceritakannya pada orang lain.
“Jawab Andis,” sentak ayah untuk yang kedua kalinya.
“Ini gitar Andis ya,” jawab Andis dengan menundukkan wajahnya yang takut akan ayahnya.
Tanpa ia sadari ayahnya merebut gitar yang ia sayangi dan membantingnya hingga terbelah menjadi dua begian. Saat itu juga air mata Andis menetes dengan sendirinya. Hatinya hancur seperti hancurnya gitar yang ia sayangi.
Dan dengan kejadian itu Andis tidak ingin bermain band lagi untuk yang kesekian kalinya.
Dan beberapa bulan kemudian ayahnya menderita liver yang cukup ganas sehingga menyebabkan ayah kesayangannya itu meninggal dunia.  Andis beranggapan bahwa yang menyebabkan ayahnya meninggal dunia adalah dirinya.
Setelah kejadian yang bertubi-tubi itu ibu dari Andis mengijinkannya untuk mengejar mimpinya menjadi musisi. Dan hingga saat ini Andis yang telas menjadi seorang ayah menurunkan bakat seninya itu kepada anaknya.
Dengan melihat indahnya langit malam ini. Andis selalu teringat kejadian itu dimasa lampau.










 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar